Page

Jumat, 12 November 2010

12.11.2010


Pencahayaan sore, mengandung gerik bungkam. Saat terjal terasa, waktu menarik terbit mentari untuk datang ke perhelatan senja. Disini aku masih bergelut dengan keyakinan. Sambil meniup obor ragu, takut terbakar seluruh diri sebabmu. Sore ini, Kepulan asap kopi pun melembabkan mata dengan sebuah nyanyian. Tidak begitu lantang, tapi kalimatnya menantangku untuk bangkit dan berhenti mengungkit yang telah lalu. Sadar, di kursi tempatku bersandar selama 3 tahun ini...kenangan 4 tahun lebih abadi, lebih menghancurkan dan semakin menyesatkan. Sampai aku berhasil sendiri melupakan rentetan ‘nyeri’ dalam hati.  Sampai diri tau betul pasrah dan harapan ku sebelumnya itu adalah ‘salah’. Lupakan! Sebab detikku terlalu sia-sia jika mengolah pikiran lagi untuk mengingat betapa dangkalnya hati menjalani cerita dan terbang tanpa kepastian didalamnya. Hanya ada aku dengan belas kasihan, rela sebagai pilihan dan akhirnya dientaskan tanpa pertimbangan.


Jum’at sore ini terasa lebih hangat, harum angin lebih nikmat di kecap dalam ungkapan seribu bayang, dlm lirih bahasa bathin mendesir gelagapan menghadapi perasaan baru. Lagi-lagi perasaan ini seperti saat aku di ciptakan kembali di rahim ibuku. Aku memintal benang pengharapan baru dengan jarum doa, ku jelujuri kain cinta selapang lahan hati yang ku punya. Agar senja Jum’at tak berhenti mendidik diri dengan makna seteduh kelir keunguan sederhananya langit sore.  Tertarik pada kail asa yang menggelantung indah dan ramah di ujung nirwana. Ada wewangian setarat uap embun kala hujan meluruh landas di bumi. Rintik tak peduli, gerimispun kan ku susuri. Meski tidak seranum salju, tapi sejuk menuntun bathin lebih jernih di lorong paru-paru, semilir meletupkan nafas yang ditahan keresahan. Dengan sedikit ucapan dan banyak permohonan dalam hati, aku ingin bercahaya disini dan dimana setiap raga menutur pijak. Menelurkan kebaikan dan manfaat disertai rahmat yang dikaruniakan Tuhan dalam diriku yang kerdil, sekecil apapun nikmat itu. Untuk menjadi sebuah jawaban.... bukan lagi sebagai pilihan...
            

Berharga bagiku, pelajaran dari masa lalu. Tapi, Maaf...aku tidak bisa lama bersamayam disitu. Seseorang memaksa ku untuk keluar dari sana dan langsung menjadi tokoh utama kala Jum’at sore tiba melata. Dideretan hari dia selalu sigap bergegas menarik ku pelan untuk sedikit demi sedikit keluar dan akhirnya pergi dari sana. Mencipta cerita bukan menyalahi kawan yang ku kira akan berkawan. Mengikhlaskan bahwa memang nyata sekali takar sebuah perbandingan, terutama arti dari sebuah keingkaran dan kesetiaan. Serta persahabatan yang bukan ada untuk sekedar menjadi sebuah simbol. Cinta termaktub dalam hati bukan jelma yang pantas sebagai lambang kepedulian, tapi  wujud pembuktian.
           

Walaupun aku sendiri sore ini, tapi hatiku terjaga menjajaki malam beraura. Setiap malamnya menunggu pagi dengan kehidupan baru yang lebih berarti. Tidak takut sekencang apapun denyut nadi kokoh bergetar, menghadapi lempengan jalan bertahap buat diri merangkum pendewasaan. Seraup ungkap dengan bermacam jenis deskripsi dan pernyataan berebut membisik ditelinga dan tiada jera mendoktrin pikiran, Seperti mengemis pertimbangan dan melamar diri dengan bekal khayal tanpa tujuan beralaskan terpal  keraguan .Walaupun menoleh, jangan pikir masa lalu akan banyak (lagi) memikat dan memperoleh...
           

Cukup, tak ada alasan lagi menyesali, ataupun meratapi orang-orang yang bersangkutan didalamnya. Aku mau sembuh, dari kecewa, dari segala daya upaya yang membuat diri terkurung dalam tempurung keterpurukan. Karena Anugrah Tuhan ada dalam diri bukan untuk di sia-siakan dan kelebihan bukan  tolak  ukur sebentuk kebahagiaan utuh. Aku tetap akan tersenyum meski masa laluku sanggup gelak terbahak-bahak tertawa. Setidaknya aku bukan pembalas sejati atas apa yang terjadi. Sebab tempatku berteduh di bumi bukan milik pribadi. Semua kembali pada Tuhan, yang membagi masa menjadi 4 fase dan banyak bagian. Masa lalu, sekarang, besok dan kehidupan setelah kematian... dan aku bukan insan yang penuh dengan kesucian...

Selamat hari Jum’at sore,

Bawalah Merah Jambu masa lalu turut tenggelam bersama Keunguan matahari senjamu.....


0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List.

My Followers

 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez