Page

Jumat, 26 November 2010

Dua Puluh Tiga November



Ada rindu terselip pilu, di tempat setelah landasan stasiun cilebut, kalimat luruh landai berebut meminta jawaban dari dialog setelah senin kita awali dengan segudang harapan. Ada sebuah kalimat bertikai, kebijakan melerai sabda yang ku baca dari seungkap petuahmu untuk perbaikan diriku dalam waktu dekat ini. Sungguh, semoga do’a kita yang di rajut air mata setiap malamnya di ijabah Sang Maha Kuasa. Akan lapangnya rizki yang di berikannya padamu dengan pekerjaan baru. Akan kelengkapan karunia yang di limpahkan padaku, kedudukan baru, ruang kerja baru, sampai rumah baru pun akan membantu menyamankan hidupku dan kita. Adakah rasa syukur merambat di selembar dinding hati yang selalu menuntut adanya sebuah cinta sejati??
                Ternyata cinta bukan tolak ukur segalanya. Dan Rindu bukan tuntutan utama pelengkap hidup yang harus dengan segera dipenuhi. Tapi Itu termasuk dalam sebuah inti dari lapisan perasaan, dalam sebuah ucapan, kokoh dengan perhitungan tajam dan hidup subur di pembuluh pikiran. Dari kita yang selalu merenda harapan sepanjang jalur angin mengurut makna. Dari Kamu, setangkup cinta di dapati dan ku kembangkan menjadi satu dunia kecil, mendekam lahan senyum...merelungi cerita tiap masa. Dan Dari aku yang selalu mengamini setiap mimpi dan do’amu. Adakah sekedar kau telusuri setiap kalimat singkat, terlunta hangat dari setiap pertemuan kita yang singkat?? Kalimat yang membagi pelajaran, bukan soal menjawab “Kapankah rindu ini akan terselesaikan?” Tanya Mu.  “Tidak akan...” kata ku pelan. Jadi tetaplah berjalan, walaupun jarak mengasah sebuah ikatan. Tetaplah bertahan, memajukan masa depan, memintal bekal untuk selamat dunia dan akhirat.

                Aku tidak sadar sore ini hujan mengguyur sebagian jalan alternatif Cibubur. Saat tatapan letih,  menoleh jendela separuh kusam di  Selasa sore menahan nelangsa. Seperti mimpi, beberapa jam lalu tepatnya siang tadi, suasana dilatari warna kebiruan langit. Merasakan jadi orang paling beruntung sedunia. Sedunia hijaunya IKI, tapi tidak begitu juga adanya. Di atas bumi masih ada langit. Dan aku hanya sebuah celah yang tidak hanya ingin menyerap sinar, tapi berusaha mampu memancarkan satu manfaat lebih dari guna pencahayaan disaat gelap. Walau dirasa semakin dewasa bukan berarti ahli dalam segalanya. Namun semakin bertambah usia, justru semakin dirasa banyak yang harus segera diperbaiki. Terlalu hebat jika ku merubah banyak hal. Cukup melengkapi yang kurang untuk dapat mengelola diri jadi seorang yang bermanfaat untuk sahabat, keluarga , orang di sekitar kita, terutama di hadapan sang pencipta. Menebalkan pernyataan bahwa tidak ada satupun yang sia-sia. Inilah wujud syukur, aku pun tidak mau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kufur. Sekecil apapun yang di dapati  dengan Cuma-Cuma ataupun bertukar rintih dan jerih payah melola arah.

                Ba’da Maghrib ini teringat lagi pada setumpuk kerinduanmu. Kesombongan  sesaat ku bukan memenuhi sebuah hasud. Semakin hari semakin sibuk. Itulah perasaan ‘nelangsa’ yang ku maksud. Kasihan aku, pada diriku sendiri, di tuntut pekerjaan yang kadang tidak memikirkan kondisi sepenuh diri. Tapi ketika membayangkan kebiruan langit nyata yang selalu kau gambarkan hampir sempurna di wadah rasio khusus untukku, seperti halnya kau bicara. Disana nampak ada keteduhan warna, bukan fatamorgana hasil kiasan, bukan reka unggahan, bukan terka rangkain kata, bukan pula penghuni imaji. Tapi ini benar-benar  nyata, yang sering kita jumpai sehari-hari. Didalamnya hangat memutih dengan awan, tak ada semburan kekhawatiran atau takut dengan dampak mengerikan dari sebuah perubahan.

                Entah ini dua puluh tiga keberapa kalinya ku lewati, seorang dewialwie yang betah tenggelam dalam ujaran kalimat hati. Ini bukan perayaan, seperi haul kemerdekaan. Tapi Dua puluh tiga November ini tidak seperti tahun kemarin tentunya. Di jerat dengan kelabilan seolah dunia hanya selebar telapak genggaman. Ada dirimu, pendamping saat ini kala banyak ucapan mempengaruhi riuh membising.  Dua Puluh Tiga Oktober kemarin perayaan kelulusan Diploma Tigamu, Dua Puluh Tiga September juga ada satu moment yang tak masuk dalam daftar kenangan. Ada keharuan, kesetiaan dan kesabaran terjalin erat.

                Selamat menjalin kenyataan dengan sebuah proses pendewasaan diri.......

0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List.

My Followers

 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez